Jurnalisme WargaKolom

Tabanan – Malam itu cuaca cerah dan udara agak gerah. Jam sudah menunjukkan di atas Pukul 00.00 WITA. Tapi, obrolan mengalir dengan deras. Meski, takaran arak pada gelas mulai berkurang.

Bersamaan dengan itu, rokok pun telah amblas. Saya tersentak ketika itu adalah batang rokok terakhir yang saya miliki. Tapi, suasana membuat saya enggan beranjak.

Sebagai orang yang senang mengkonsumi minuman keras, suasana seperi itu amat jarang saya rasakan. Apalagi ketika telah berkeluarga. Ditambah, sahabat yang sering saya ajak menikmati momen itu telah kembali ke Jakarta.

Mau tidak mau, akhirnya saya meminta rokok milik teman. Meski jenis rokonya tanpa filter. Bagi pengguna rokok jenis mild seperti saya, rokok tanpa filter adalah tantangan sekaligus mengasikkan.

Tantangan, karena menurut saya asapnya terlalu banyak. Asik, karena rokok jenis ini bisa bertahan lumayan lama.

Intinya, tidak terlalu banyak minta rokok teman,,hehehe.

Oh ya, suasana ini terjadi ketika sesi podcast telah usai ya. Saya tidak tertarik untuk mengulasnya lagi. Jika ada yang tertarik silahkan menonton saja. Podcast teman saya ini bernama Palka. Siaran live obrolan saya di Facebook diunggah pada Jumat, 10 Mei 2024.

Ketika sedang asik mengisap rokok tanpa filter dan arak sesi terakhir siap diteguk, tiba-tiba, teman saya mengungkapkan alasanya membuat podcast ini. Awalnya podcast Palka dibuat untuk menggali kreatifitas. Bahkan, sudah disiapkan jadwal yang lumayan padat dengan beberapa nama narasumber.

Singkat cerita, karena sesi yang padat akhirnya teman saya merasa lelah dan tidak bisa melanjutkan lagi. “Care nak megae di Palka rage,” ujar teman saya.

Seiring berjalanya waktu, hingga program podcast ini dibuat lebih lambat atau slow. Bahkan, konsep siapa yang datang dan berbicara apa saja akhirnya digunakan.

Ini semata-mata untuk membuatnya lebih senang dan riang gembira. “Pang rage lebih menikmati,” ujarnya.

Saya sendiri tertarik datang ke podcast ini karena melihat hal seperti itu. Orang-orang berbicara apa saja, mengalir secara intim. Tentunya karena ada rokok dan arak.

Bagi saya, orang yang minum alkohol dan tetap memiliki obrolan terarah itu baik. Karena minum alkohol bagi saya bukan sekedar mencari mabuk hingga punyah. Tapi, mencari proses kedalaman visi serta misi. Entah apapun itu, politik, kehidupan pribadi, soal kerjaan, soal-soal sosial lainnya hingga kedewan-dewan.

Ketika sudah sampai pada titik ini, saya akan apresiasi pada orang tersebut. Sederhananya, bisa menikmati suasana bersama itu asik.

Baca Juga:  Pak Daud, Supir Ambulans PMI Buleleng dan 30 Jam Perjalan Darat ke Jakarta

Menyambung soal arak tadi, teman saya memiliki keinginan menyebarkan visi itu. Visi dimana minum alkohol, merokok dan isi pembicaraan serius soal kemanusiaan itu asik.

Karena menurutnya, orang yang minum arak masih sangat dicap negatif cenderung kriminal. Kami sepakat ini adalah pandangan yang keliru.

Saat minum alkohol pun kita bisa berbicara soal konspirasi, politik hingga filsafat. Tergantung dengan siapa dan bagaimana frekuensi yang terbangun. Makanya, momen seperti itu sangat sulit untuk ditemukan.

Jika ada yang telah merasa menemukan itu, pertahankan!!!!!.

Lebih lanjut teman saya berkeinginan, dari podcast santai, isi minum arak dan rokok ini menjadi semacam gambaran bahwa kita bisa membicarakan hal-hal serius dengan santai dan nikmat.

Karena, menurut teman saya anak muda hari ini tidak bisa kita suguhkan dengan hal-hal serius dan cenderung menggurui.

Hal ini saya buktikan ketika mengajar mahasiswa. Sebagai pengajar, saya tidak bisa sepenuhnya mengontrol atau otoriter pada mereka. Saya selalu membuka ruang dialog dan saling menguntungkan dengan mereka.

Teman saya juga berkeinginan, anak muda lebih melek dengan persoalan sosial dan politik hari-hari ini. Karena menurutnya hal itu menjadi persoalan serius.

Harusnya daya kritis anak muda bisa dipupuk dengan cara yang santai dan nikmat. Ya, itu dengan duduk, ngobrol diselingi perputaran botol arak dan kebulan asap rokok.

Bukan persoalan apa, teman saya khawatir melihat pola politik yang terbentuk saat ini. Seorang politisi hanya tinggal membentuk citra di media sosial. Menampilkan kekayaan, mobil mewah, motor mahalnya, gaya hidup glamor atau karena bapaknya penguasa.

Akibatnya sudah nampak, dengan mudahnya mereka meraih jabatan. Apakah anak muda tidak kritis dengan hal ini.

Gampang keto!!! masak cenik-cenik care jani ing nepuk ne keto,” glek, arak terakhir meluncur ke tenggorokan teman saya.

Baca Juga:  Awas! Bali The Lost Paradise atau The Last Paradise?

Sederhananya, ketika kita lesehan melingkar atau duduk di meja bersama dengan suara klentingan botol arak dan gelas, obrolan jangan hanya soal gibah tetangga, istri tetangga atau hal remeh-temeh lainnya. Tapi, ada obrolan yang lebih berisi dan miliki nutrisi.

Saya yang mendengar perkataan itu hanya manggut-manggut saja. Karena sebelumnya sudah merasakan hal serupa. Tapi, bedanya obrolan itu hanya antar saya dan kawan lain, tidak ditampilkan di podcast.

Makanya, saat sesi podcast Palka sedang berlangsung saya sempat membicarakan pandangan saya soal wawancara presenter Aiman Witjaksono bersama Jerink (drummer SID) ketika masa Covid-19.

Penilaian saya terhadap sesi wawancara yang ditayangkan di televisi itu, saya unggah di Facebook. Ketika saya bacakan dan obrolkan lagi, masih sesuai. Secara kebetulan juga pada saat itu berbicara soal jurnalisme warga.

Kurang serius apa lagi, ngobrolin covid-19, konspirasi, hingga jurnalisme warga dan jurnalisme investigasi. Tapi, kami bisa obrolkan dengan santai, minum dan cekikikan.

Soal lain, saya berbicara bagaimana pandangan masyarakat terhadap kontrasepsi atau program KB. Saya melihat kontrasepsi atau KB pada perempuan adalah prespektif patriarki. Pria terlalu dominan di ranjang.

Sempat juga membahas obrolan soal acara Tabanan Music Addiction (TMA). TMA ini merupakan acara musik underground. Kalau tidak salah sudah berjalan beberapa kali. Saya sempat melontarkan ide agar TMA bisa menjadikan Tabanan sebagai kandang underground. Bukan hanya sebagai kandang banteng.

Harapan pribadi saya, semoga teman-teman atau adik-adik yang senang dengan minuman alkohol dan duduk melingkar untuk mulai membahas isu atau wacana yang lebih serius.

Misalkan, bagaimana program calon bupati menjelang Pilkada nantinya, bagaimana situasi terakhir di jalur Gaza, atau persoalan pekerjaan hingga rumah tangga dan keluarga secara lebih kritis. Sambil minum alkohol kalian membaca berita di Twitter lalu membahasnya dengan berbagai perspektif.

Terakhir, saran saja bagi yang hobi minum alkohol jangan kesampingkan soal kesehatan. Jika kalian minum alkohol aturlah waktu untuk berolahraga, makan teratur dan banyak minum air putih.

Tetap sehat, agar bisa tetap selalu minum, cheers!!!!!!

 

Made Argawa

Tabanan, 12 Mei 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button