Klungkung – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana mendaftarkan tradisi Lukat Geni sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Bali. Selama ini tradisi Lukat Geni belum mendapatkan perlindungan hukum.
Ketua BEM FH Unud, Gilbert Kurniawan Oja menyampaikan bahwa tradisi Lukat Geni asal Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, resmi mendapatkan perlindungan hukum sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). Sertifikat KIK diserahkan pada Senin (14/2) dan diterima langsung oleh Perbekel Desa Paksebali.
“Serifikatnya sudah diserahkan kepada perbekel Desa Paksebali” ujarnya Kamis, (17/2).
Ketua panitia, Putu Candra Daniswara Irawan mengatakan, tradisi Lukat Geni merupakan warisan budaya sakral sehingga tradisi ini sangat penting untuk didaftarkan. Candra juga menjelaskan keantusiasan seluruh panitia dalam mendaftarkan Tradisi ini ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Bali.
Candra menjelaskan, Tradisi Lukat Geni merupakan Tradisi Sakral yang berasal dari Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Tradisi ini dilaksanakan oleh pemuda – pemudi maupun pelingsir Puri yang berasal dari Puri Satria Kawan setiap 1 tahun sekali tepatnya pada hari pengerupukan yang jatuh setiap sasih kesanga, yang bertempat di perempatan (catus pata) Satria Kawan atau di Merajan Agung Puri Satria Kawan.
Sebelum melaksanakan tradisi Lukat Geni, para peserta diwajibkan untuk melaksanakan pantangan selama minimal 3 hari dengan memutih dan mensucikan diri dari segala hal negatif duniawi. Tahapan awal, diawali dengan prosesi melukat di Segara dan muspa di Pura Seganing yang dilaksanakan pagi hari. Setelah dilaksanakannya prosesi tersebut, dilanjutkan dengan meminta restu di Merajan Agung Puri Satria Kawan serta dilanjutkan dengan pelaksanaan pemasupatian dan penyucian terhadap obor yang akan digunakan untuk membakar prakpak yang dipakai untuk pelaksanaan lukat geni.
Tradisi ini dilakukan oleh 33 peserta sesuai dengan total pengurip, dimana aturan dalam pembakaran obor yaitu dengan cara disebelah timur berdiri daha (truni) sejumlah 5 orang berpakaian putih, di sebelah selatan 9 orang berpakaian merah, di sebelah barat 7 orang berpakaian kuning, di sebelah utara 4 orang berpakaian hitam, dan di tengah 8 orang dengan warna pakaian panca warna, dengan waktu pelaksanaan dimulai Pukul 18.30 WITA hingga selesai.
Puncak dari tradisi Lukat Geni berada pada saat peperangan api jadi diawali dengan perang 1 lawan 1 dengan cara memukulkan prakpak yang berisi api ke punggung lawan, mereka akan berhenti saling memukul jika api pada prakpak telah padam. Setelah semua peserta telah berkesempatan 1 lawan 1 dilanjutkan dengan perang beramai- ramai oleh seluruh peserta dari seluruh sudut.
Setelah selesai kegiatan Lukat Geni di Perempatan Satria, warga kembali ke Merajan Agung Puri Satria Kawan untuk melaksanakan persembahyangan sebagai wujud rasa terimakasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena kegiatan sudah berjalan dengan baik. Tradisi yang dilaksanakan setiap hari Pengerupukan ini bertujuan untuk menyeimbangkan antara Bhuana Agung dan Bhuana Alit dan pembersihan diri secara rohani.
Koordinator Program Studi Sarjana Ilmu Hukum, Made Gde Subha Karma Resen menjelaskan pendaftaran Tradisi Lukat Geni merupakan rangkaian dari kegiatan pengabdian masyarakat yang diselenggarakan oleh BEM FH Unud. Menurutnya sejak tahun 2015, Fakultas Hukum Universitas Udayana konsisten membantu mengembangkan Desa Paksabali.
“Sejak tahun 2015 kami konsisten membantu mengembangkan Desa Paksebali, mulai dari memberikan pemahaman tentang hukum contohnya KIK ini hingga membantu Desa Paksebali untuk menjadi Desa Wisata” ungkapnya. (rilis)