Tabanan – Komisi IV DPRD Tabanan menggelar rapat kerja bersama Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tabanan dan Direktur RSUD Singasana serta perwakilan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait persoalan klaim pembayaran layanan BPJS
Nilai kliam pembayaran layanan BPJS RSUD Tabanan mencapai Rp 31 miliar dan RS Singasana mencapai Rp 4,6 miliar.
Ketua Komisi IV DPRD Tabanan I Gusti Komang Wastana menyampaikan bahwa informasi yang diperoleh pihaknya soal kerugian itu dikarenakan situasi dilematis pihak RSUD Tabanan dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Khususnya yang berkaitan dengan layanan UGD namun tidak bisa diklaim ke BPJS Kesehatan.
“Misalnya, ada masyarakat yang demam saat malam. Di rumah panasnya 40 derajat. Datang ke UGD, panasnya turun. Kalau tidak dilayani, RSUD kena komplain. Kalau dilayani, RSUD tidak bisa klaim ke BPJS,” ujarnya.
Situasi seperti itu, menurut Wastana, tentu sangat dilematis bagi manajemen RSUD Tabanan. “Serba salah. Kalau dilayani rugi (tidak bisa klaim BPJS),” ujarnya.
Wastana juga menyoroti sistem manajemen RSUD Tabanan yang berstatus BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Menurut dia, status ini membuat rumah sakit harus mencari pendapatan sendiri, padahal ada utang yang belum terselesaikan.
“Dengan utang 31 miliar ini bagaimana kita bisa mampu menyelesaikan. Kalau ini numpuk-numpuk kan menjadi berbahaya,” tuturnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Komisi IV DPRD Tabanan mengusulkan beberapa solusi. Selain mengedukasi masyarakat tentang regulasi BPJS, mereka juga mendorong Dinas Kesehatan untuk membangun puskesmas rawat inap 24 jam dan 12 jam dengan UGD. Tujuannya adalah untuk memfilter pasien yang datang ke UGD RSUD Tabanan, sehingga hanya pasien gawat darurat atau emergensi yang ditangani.
“Maka kemarin di Dinas Kesehatan itu kita bicarakan. Bahwa membangun puskesmas rawat inap 24 jam dan 12 jam dengan UGD itu sebuah solusi memfilter. Jangan sampai masyarakat yang tidak tahu informasi ini nyelonong masuk ke UGD Tabanan,” katanya.
Sementara Ketua DPRD Tabanan I Nyoman Arnawa, menambahkan bahwa masalah ini juga disebabkan oleh kurangnya sosialisasi BPJS kepada masyarakat. Banyak masyarakat yang tidak tahu tentang hak mereka untuk mendapatkan layanan kesehatan melalui BPJS.
“Ketika masyarakat punya BPJS dia sakit wajib mendapat layanan. Jadi, di sini ada kekurangannya sosialisasi BPJS terhadap masyarakat,” ujarnya.
Dia juga menyoroti kurangnya kerja sama antara rumah sakit dan BPJS dalam membantu pasien mendapatkan hak mereka. Menurut dia, perlu ada strategi yang lebih baik untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan klaim BPJS kesehatan yang sesuai.
“Nah ini bagaimana kerja sama kita dengan BPJS sejauh mana pasien sakit yang memang harus diklaim dibantu maksimal pendapatan klaim. Jadi, ini juga salah satu strategi untuk mengurangi kerugian,” katanya. (Ar/CB.1)