Budaya Kolom
Beranda » Dorong Pariwisata Berkelanjutan, Jatiluwih Gelar Tradisi Budaya Bertajuk Ngajak Nandur 

Dorong Pariwisata Berkelanjutan, Jatiluwih Gelar Tradisi Budaya Bertajuk Ngajak Nandur 

Kegiatan Budaya Ngajak Nandur di Jatiluwih (ist).

Tabanan – Menjaga kelestarian alam di hamparan  terasering hijau di Desa Jatiluwih, Tabanan, masyarakat setempat menggelar tradisi “Ngajak Nandur”. Digelarnya tradisi budaya itu sendiri sebagai upaya untuk mendukung pariwisata berkelanjutan dengan berbasis budaya.

Kepala Pengelola Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jatiluwih Ketut Purna mengatakan, kegiatan ini menggambarkan harmoni antara manusia dan alam serta menjadi simbol kebersamaan masyarakat desa yang masih memegang erat nilai kearifan lokal.

“Pelaksanaan tradisi “Ngajak Nandur”, adalah sebuah kegiatan gotong royong menanam padi yang telah dilestarikan turun-temurun. Kegiatan ini menggambarkan harmoni antara manusia dan alam,” ujarnya Selasa, (7/1).

Selain menjaga harmoni antara manusia dan alam, kegiatan tersebut juga sebagai upaya untuk mendorong pariwisata berkelanjutan.

Sementara itu,  Ketut Purna menjelaskan, dalam pelaksanannya, tradisi “Ngajak Nandur” tersebut melibatkan para petani  menanam padi tanpa pamrih. Sebagai pengganti upah, pemilik lahan menyajikan hidangan tradisional seperti nasi campur, lawar, serta minuman hangat teh dan kopi yang dinikmati bersama setelah pekerjaan selesai.

Baca Juga:  Diduga Terpeleset, Seorang Pria Ditemukan Meninggal di Tukad Beji Candraaditya

Di kegiatan “Ngajak Nandur” para petani melakukan penanaman beras merah.  Dimana beras merah ini menjadi inti kegiatan “Ngajak Nandur” dikenal sebagai sumber pangan bergizi tinggi serta simbol ketahanan pangan masyarakat Jatiluwih. Penanaman ini mencerminkan kearifan lokal yang kaya nilai dan komitmen menjaga keberlanjutan pertanian,”imbuh Purna.

Menurut Kepala Pengelola Desa Jatiluwih, Ketut Purna, tradisi ini bukan hanya tentang menanam padi, tetapi juga tentang menjaga persaudaraan dan menghormati alam.

“Ngajak Nandur adalah cermin kehidupan kami di Jatiluwih. Kegiatan ini mengajarkan bahwa kebersamaan membuat pekerjaan berat menjadi ringan dan penuh makna. Kehadiran wisatawan yang ikut menanam padi menunjukkan bahwa tradisi ini bukan hanya milik kami, tetapi warisan yang bisa dinikmati dan dipelajari dunia,” kata Ketut Purna.

Tradisi ini juga menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik dan mancanegara yang berada di objek wisata Jatiluwih. Mereka tidak hanya menyaksikan, tetapi juga terlibat langsung dalam aktivitas bertani yang autentik. Hal ini mendukung pertumbuhan ekonomi desa sekaligus memperkuat promosi pariwisata berbasis budaya dan keberlanjutan.

Baca Juga:  Lima Korban Meninggal Dalam Bencana Tanah Longsor di Ubung Kaja  

Ketut Purna menambahkan, melalui tradisi “Ngajak Nandur”, objek wisata Jatiluwih tidak hanya mempertahankan warisan budaya leluhur, tetapi juga menjaga keseimbangan lingkungan dan mendorong pariwisata berkelanjutan.

Dengan panorama sawah yang memukau dan semangat gotong royong yang tulus, tradisi ini mengajarkan pentingnya rasa syukur dan harmoni,” ujar Ketut Purna.

Dari setiap benih yang ditanam dengan keikhlasan dan kebersamaan, lahirlah kekuatan sosial, keseimbangan alam, dan warisan budaya yang lestari.

“Tradisi ini menjadi simbol bahwa harmoni dapat terwujud ketika manusia hidup berdampingan dengan alam dan saling membantu dengan penuh ketulusan,” ujarnya. (Pan/CB.2)

Berita Populer

#1

Liburan Usai, 37 Ribu Lebih Turis Tinggalkan Bali

#2

Tahun Ini DTW Tanah Lot Targetkan Pemasukan Hingga Rp 58 Miliar

#3

Sinergitas DLHK Dan DPUPR Badung Tangani Sampah Kiriman Di Pantai Kuta

#4

Rapat Perdana Panitia Nasional Perayaan Hari Suci Nyepi Saka 1947, Bahas Persiapan Rangkaian Kegiatan

#5

Lima Korban Meninggal Dalam Bencana Tanah Longsor di Ubung Kaja  

Follow Us

     

Bagikan