Tabanan – Pada 6 Februari 2025, Indonesia memperingati 100 tahun kelahiran Pramoedya Ananta Toer, salah satu sastrawan terbesar yang pernah dimiliki negeri ini. Karya-karyanya yang penuh dengan kritik sosial, sejarah, dan refleksi kebangsaan tetap relevan bagi generasi masa kini.
Perjalanan Hidup Pram
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah, pada 6 Februari 1925. Ia dikenal sebagai penulis yang berani, menghasilkan karya-karya yang menggugah kesadaran masyarakat tentang ketidakadilan sosial dan politik. Sepanjang hidupnya, Pram menghadapi berbagai tantangan, termasuk pemenjaraan dan sensor terhadap karyanya. Namun, semangatnya dalam menulis tak pernah padam, menjadikannya simbol perjuangan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Buku-Buku Pram yang Wajib Dibaca
Sebagai bagian dari peringatan 100 tahun kelahirannya, generasi sekarang diharapkan dapat mengenal dan membaca karya-karyanya yang mengandung nilai sejarah dan perjuangan. Berikut adalah beberapa buku Pram yang wajib dibaca:

Tetralogi Buru (Google).
1. Tetralogi Buru
Bumi Manusia: Kisah Minke, seorang pemuda pribumi yang berjuang di tengah kolonialisme. Anak Semua Bangsa: Melanjutkan perjalanan Minke dalam memahami ketidakadilan sosial. Jejak Langkah: Perjuangan Minke dalam membangun gerakan nasional. Rumah Kaca: Pandangan kolonial terhadap pergerakan pribumi.

Novel Gading Pantai (Google)
2. Gadis Pantai
Kisah seorang gadis dari keluarga nelayan yang dipaksa menikah dengan priyayi dan mengalami ketidakadilan sosial.

Novel Arok Dedes (Google).
3. Arok Dedes
Novel berlatar sejarah yang menggambarkan kekuasaan dan ambisi politik di Nusantara.

Buku Arus Balik (Google).
4. Arus Balik
Menggambarkan kejatuhan kerajaan-kerajaan Nusantara akibat kolonialisme dan konflik internal.

Buku Perawan Remaja Dalam Cengkraman Militer.
5. Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
Kumpulan kesaksian perempuan korban eksploitasi selama masa pendudukan Jepang.
Peringatan 100 Tahun Pramoedya
Berbagai kegiatan diadakan untuk memperingati 100 tahun Pramoedya, termasuk diskusi sastra, pameran seni, dan peluncuran edisi khusus dari karya-karyanya. Di Blora, kampung halamannya, diadakan pameran patung dan sketsa wajah Pram untuk mengenang warisannya.
Pram pernah berkata, “Harus berlaku adil sejak dalam pikiran”. Pesan ini tetap relevan, mengingatkan kita untuk terus berjuang demi kebenaran dan keadilan. Warisan Pram tidak hanya terletak pada buku-bukunya, tetapi juga dalam semangat perlawanan dan pemikirannya yang kritis.
Dengan membaca karya-karyanya, kita tidak hanya mengenang Pramoedya Ananta Toer, tetapi juga belajar dari sejarah untuk membangun masa depan yang lebih baik. (Ar/CB.1)
*Diolah dari berbagai sumber.